Senin, 15 September 2014

GALILEO MENENTANG TEORI ARISTOTELES

Beberapa abad sebelumnya, Aristoteles telah menolak teori heliosentris, dan pada jaman Galileo, hampir semua pemikir ternama berpandangan geosentris. Copernicus menahan diri untuk tidak mengumumkan teori heliosentriknya untuk beberapa saat, bukan karena takut dikecam oleh Gereja, tapi karena takut diejek dan dikecam oleh rekan-rekannya.

Banyak orang percaya (dengan salah) bahwa Galileo membuktikan teori heliosentris. Padahal ia tidak mampu menjawab argumen yang paling kuat yang menentang teorinya, yang sudah diajukan hampir dua ribu tahun sebelumnya oleh Aristoteles: Jika teori heliosentris memang benar, seharusnya ada pergeseran paralaks yang dapat diamati pada posisi bintang-bintang ketika bumi bergerak dalam orbitnya mengelilingi matahari. Meskipun demikian, karena perkembangan tekhnologi pada masa Galileo, pergeseran-pergeseran ini masih belum teramati oleh mereka. Diperlukan alat pengukuran yang lebih sensitive daripada yang tersedia pada masa Galileo untuk mencatat adanya pergeseran-pergeseran ini, karena jauhnya jarak bintang (dari bumi). Sehingga sebelum pembuktian ini dapat dilakukan, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa bintang-bintang memiliki posisi yang tetap terhadap bumi, sehingga, bumi dan bintang tidak berubah posisi satu sama lain - hanya matahari, bulan dan planet-planet (yang berubah posisinya terhadap bumi).

Jadi Galileo juga tidak membuktikan teori Aristoteles dengan standard teknologi pada masa tersebut. Dalam suratnya kepada Ratu Christina yang Agung dan dalam dokumen-dokumen lainnya, Galileo menyatakan bahwa teori Copernicus memiliki "demonstrasi yang masuk akal" menurut ilmu pengetahuan Aristoteles, tapi orang-orang tahu bahwa demonstrasi seperti ini belum diramalkan. Banyak astronom pada masa itu tidak yakin pada pendapat bahwa bintang-bintang terletak jauh (dari bumi) yang dibutuhkan oleh teori Copernicus agar dapat mengabaikan pengamatan pergeseran paralaks. Ini adalah salah satu alasan utama mengapa astronom yang terkenal seperti Tycho Brahe menolak untuk menerima teori Copernicus sepenuhnya.

Sebenarnya Galileo bisa saja dengan aman mengusulkan teori heliosentris sebagai sebuah teori atau metode yang lebih ditujukan untuk menjelaskan pergerakan planet-planet. Masalah mulai timbul ketika ia mengalihkan pendapatnya dari sebuah teori ilmu pengetahuan dan mulai memproklamasikannya sebagai sebuah kebenaran, meskipun tidak ada bukti pendukung yang kuat pada saat itu. Dan juga, Galileo juga tidak akan berada dalam kesulitan jika ia memilih tetap berada dalam dunia ilmu pengetahuan dan tidak masuk kedalam dunia teologi. Namun, meskipun sudah diperingatkan oleh teman-temannya, ia bersikeras untuk berdebat dengan dasar teologis.

Pada tahun 1614, Galileo merasa terdorong untuk menjawab tuduhan bahwa "ilmu pengetahuan baru" ini berkontradiksi dengan beberapa ayat Alkitab. Musuh-musuhnya menunjukkan beberapa ayat yang berisi pernyataan seperti, "Maka berhentilah matahari dan bulan pun tidak bergerak..." (Yos 10:13). Dan bukan hanya ini saja. Mazmur 93 dan 104 serta Pengkhotbah 1:5 juga berbicara tentang pergerakan bulan dan kestatisan bumi. Cara penafsiran yang harafiah dari pasal-pasal ini seharusnya ditinggalkan jika kita menerima teori heliosentris. Seharusnya ini tidak menjadi masalah. Seperti yang dikatakan oleh (St.) Augustine, "Orang tidak membaca Injil seperti bahwa Tuhan hendak berkata : 'Aku akan mengirim seorang Penghibur kepadamu yang akan mengajar kamu tentang jalur pergerakan matahari dan bulan.' Karena ia ingin membuat mereka menjadi pengikut Kristus, dan bukan ahli matematika." Dengan mengikuti contoh dari Augustine ini, Galileo memperingatkan untuk tidak menafsirkan teks-teks alkitab terlalu harafiah.

Sayangnya, selama sejarah Gereja selalu ada orang-orang yang memaksa untuk membaca Alkitab dengan pengertian yang lebih harafiah daripada yang seharusnya. Mereka gagal mengerti, contohnya, di tempat-tempat dimana Alkitab menggunakan apa yang disebut dengan bahasa "phenomenologis" - yaitu, bahasa penampakan/yang dirasakan. Seperti sekarang kita selalu berkata bahwa karena matahari terbit dan terbenam maka timbulah siang dan malam, daripada mengatakan bahwa bumi berputar, demikian pula pada jaman itu. Dari bumi, memang matahari terlihat bergerak terbit dan terbenam, dan bumi terlihat tidak bergerak. Ketika kita menjelaskan hal-hal ini sesuai dengan apa yang terlihat/dirasakan, kita menggunakan bahasa phenomenologis.

Bahasa phenomenologis tentang pergerakan benda-benda angkasa dan ke-statis-an bumi sangat jelas bagi kita pada masa sekarang, tapi tidaklah demikian beberapa abad yang lampau. Para ahli Alkitab pada masa tersebut masih mempertimbangkan apakah pernyataan-pernyataan tertentu (dalam Alkitab) akan diartikan secara harafiah atau secara phenomenologis, namun mereka tidak suka diatur oleh seorang yang bukan ahli Alkitab, seperti Galileo, bahwa kata-kata dalam kitab suci harus ditafsirkan dengan cara tertentu.

Pada masa tersebut, interpretasi individu terhadap Alkitab adalah sebuah masalah yang sensitif. Pada permulaan 1600-an, Gereja (Katholik) baru saja melalui sebuah pengalaman Reformasi, dan salah satu hal pokok yang diperdebatkan dengan orang Protestant adalah mengenai interpretasi individu terhadap Alkitab.

Para theolog tidak cukup siap untuk menyenangkan teori heliosentris berdasarkan interpretasi awam. Dan Galileo bersikeras mengarahkan debat kearah dunia teologis. Sedikit sekali pertanyaan yang diajukan tentang apakah Galileo tetap menjaga diskusinya dalam batasan ilmu astronomi (yaitu, memprediksi pergerakan planet-planet) dan tidak mengajukan bukti fisik untuk teori heliosentris, sehingga issue ini tidak akan menjadi masalah yang besar. Pada intinya, ia belum membuktikan teori baru ini dengan sangat meyakinkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar